Baca Juga
Baca Juga
Azab Mengerikan Akibat Makan Harta Anak Yatim dan Tidak
Berbuat Baik Kepadanya

Islam adalah agama yang datang dari Allah Yang Maha sempurna.
Oleh karena itu, ajaran agama Islam juga sempurna. Islam
mengajarkan kepada manusia untuk beribadah kepada al-Khaliq,
Allah Sang Pencipta, juga mengajarkan kepada kita untuk berbuat
baik kepada sesama. Terlebih kepada anak yatim yang belum baligh
dan telah ditinggal mati oleh bapaknya, Sebagaimana Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
یَتِیمَ
ْ
ِذى یَ ُد ُّع ٱل
ِل َك ٱلَّ
ٰ
ِن فَ َذ
ِ ُب بِٱلِّدی
ِذى یُ َكذّ
َر َءْی َت ٱلَّ
أَ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim (Q.S. Al-ma’un ayat 1 dan 2)
Di antara ajaran Islam yang mulia ini adalah perintah untuk berbuat
baik kepada anak yatim, sebagaimana yang Allah perintahkan dalam
ayat di atas.
Allah Azza wa Jalla memuji al-Abrar (orang-orang yang berbakti
kepada Allah), karena sifat-sifat mereka yang utama. Salah satunya
adalah memberi makan kepada anak yatim. Allah Subahnahu wa
Ta’ala berfirman:
ِسی ًرا
َوأَ
َویَتِی ًما
ٰى ُحبِّ ِھ ِم ْس ِكینًا
َّطعَامَ َعلَ
ْطِعُمو َن ال
َویُ
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al-Insân/76: 8)
Dan Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang tidak
mempedulikan anak yatim.
ِن
ِم ْس ِكی
ْ
ٰى َطعَاِم ال
َحا ُّضو َن َعلَ
یَتِیمَ ﴿١٧َ ﴾و َلا تَ
ْ
بَ ْل َلا تُ ْكِر ُمو َن ال
َكَّلاۖ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan
anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang
miskin. [Al-Fajr/89: 17-18]
Anjuran berbuat baik kepada anak yatim lebih ditekankan jika anak
yatim itu merupakan kerabat. Allâh Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
ْطعَاٌم فِي
ِ
ْو إ
﴿١٢ ﴾فَ ُّك َرقَبَ ٍة ﴿١٣ ﴾أَ
عَقَبَةُ
ْ
ْد َرا َك َما ال
عَقَبَةَ ﴿١١َ ﴾و َما أَ
ْ
ال
َحمَ
تَ
فَ َلا اقْ
َربَ ٍة
َمقْ
یَ ْوٍم ِذي َم ْسغَبَ ٍة ﴿١٤ ﴾یَتِی ًما َذا
Tetapi dia (manusia itu) tiada menempuh jalan yang mendaki lagi
sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan
pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan
kerabat. (QS. Al-Balad/90: 11-15)
Rasulullâh Shallallahu ‘alahi wa sallam juga memberitakan bahwa
orang yang mencukupi kebutuhan anak yatim akan masuk surga
berdekatan dengan Beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Saya dan orang yang mencukupi anak yatim di dalam
sorga seperti ini”, beliau berisyarat dengan dua jari beliau, jari
telunjuk dan jari tengah. (HR Al-Bukhari)
Seorang sahabat mengeluh kepada Nabi tentang hatinya yang keras,
kemudian Nabi bersabda: ‘Usaplah kepala yatim, dan berilah makan
orang miskin’. (HR. Ahmad)
“Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (dan beliau
memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu
membukanya (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Dawud)
“Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan
memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke
surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni. (HR.
Tirmidzi)
Akibat Memakan Harta Anak Yatim dan Tidak Berbuat
Baik Kepadanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ْو َن
َو َسیَ ْصلَ
ِھْم نَا ًرا
ُطونِ
ُكلُو َن فِي بُ
ْ
َما یَأ
ِنَّ
ًما إ
ْ
َمى ُظل
یَتَا
ْ
ْمَوا َل ال
ُكلُو َن أَ
ْ
ِذی َن یَأ
َّن الَّ
ِ
إ
َس ِعی ًرا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya
dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”
(Q.S Annisa: 10)
ُشَّدهُ
َغ أَ
ْح َس ُن َحتَّى یَ ْبلُ
تِي ِھ َي أَ
ِلا بِالَّ
یَتِیِم إ
ْ
َما َل ال
َربُوا
َولا تَقْ
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa” (Q.S Al-An’am :
152, dan Q.S Al-Israa’: 34)
As-Suddiy berkata, ”Orang yang memakan harta anak yatim secara
zhalim akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan
keluar nyala api dari mulut, telinga, hidung, dan matanya. Siapa pun
yang meiihatnya pasti mengetahui bahwa ia adalah pemakan harta
anak yatim” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir)
Dalam perjalanan isra dan miraj Rasulullah diperlihatkan siksa bagi
orang-orang yang hidup di dunia sesuai amal perbuatannya
termasuk didalamnya orang-orang yang memakan harta anak yatim.
Keadaan mereka sangat mengerikan dengan kedua tangan mereka
dibelenggu dan begitu juga dengan kaki-kaki mereka. Diatas
punggung mereka diletakkan setrika yang panasnya luar biasa
membara. Tentu saja dalam waktu sekejap atau sebentar saja kulit
akan rontok dan melepuh. Seketika, kulit kembali udah sebagaimana
sedia kala, dan diletakkan kembali setrika yang maha panas tadi
diatas punggungnya, begitulah seterusnya terjadi hingga
pengulangan kejadian ini berlangsung dalam jangka waktu yang
sangat lama. Yaitu sesuai kejahatannya.
Kita mungkin pernah terbakar oleh panasnya setrika yang ada
dirumah. Panas bukan, tidak terbayangkan seberapa panas setrika di
neraka yang panas apinya jauh lebih panas dari api yang ada dibumi.
Naudzubillah min dzalik.
Para ulama berkata, “Setiap wali anak yatim, jika ia seorang yang
miskin lalu ia memakan harta anak yatim itu dengan cara yang baik
sesuai dengan tanggungjawabnya, mengurusnya dan
mengembangkan hartanya, itu tidak mengapa. Namun jika melebihi
dari yang sewajarnya, maka itu adalah harta haram”.
Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu. maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
miskin, maka bolehlah is makan harta itu dengan cara yang baik”
(Q.S. An-Nisa’: 6)
Yang dimaksud dengan ‘memakan dengan cara yang baik’ adalah,
Pertama, mengambilnya sebagai hutang.
Kedua, memakannya sekedar kebutuhan, tidak berlebihlebihan.
Ketiga, mengambilnya senilai dengan upah (yang umum
berlaku) seumpama ia bekerja pada anak yatim itu.
Keempat, mengambilnya dalam kondisi darurat. Artinya
jika suatu saat ia berkecukupan ia membayarnya, tetapi
jika tidak harta yang telah diambilnya itu halal baginya.
Keempat pendapat ini disebutkan oleh Ibnul Jauziy dalam tafsirnya.
(Lihat Zadul Masir (2/16))
Mengasuh anak yatim artinya mengurus segala kebutuhan dan
kemaslahatannya; mulai dari urusan makan, pakaian, dan mengembangkan
hartanya jika anak yatim itu memiliki harta. Sedangkan jika
anak yatim itu tidak memiliki harta maka pengasuh anak yatim
memberikan nafkah dan pakaian untuknya demi mengharapkan
wajah Allah. Adapun maksud lafazh ‘baik masih kerabatnya atau
bukan’ dalam hadits di atas adalah bahwa si pengasuh itu bisa jadi
kakeknya, saudaranya, ibunya, pamannya, ayah tirinya, bibinya, atau
pun kerabat-kerabat yang lain. Dan bisa juga orang lain yang tidak
ada hubungan kekerabatan dengannya sama sekali.
Seseorang berkata kepada Abu Darda’ Radhiallahu’anhu, “Berilah
saya wasiat!” Abu Darda’ berkata, “Kasihilah anak yatim, dekatkanlah
ia kepadamu dan berilah makan dengan makananmu.
Sesungguhnya saya mendengar ketika seseorang menghadap
Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam mengadukan kekerasan
hatinya, beliau bersabda, “Jika kamu ingin supaya hatimu menjadi
lembut, maka dekatkanlah anak yatim kepadamu, usaplah kepalanya
dan berilah makan dari makananmu, maka itu akan melembutkan
hatimu dan akan memudahkanmu dalam memenuhi kebutuhanmu!”
(Riwayat Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (11035) dan Abu Nu’aim,
dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 854)
Dikisahkan, seorang salaf berkata, “Dahulu aku adalah seorang yang
tenggelam dalam berbagai macam perbuatan maksiat dan mabukmabukan.
Pada suatu hari aku menemukan seorang anak yatim
yang miskin. Lalu aku ambil anak yatim itu dan aku berbuat baik
kepadanya. Aku beri ia makan, pakaian, dan aku mandikan ia
sampai bersih semua kotoran yang menempel di tubuhnya, dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menyayanginya seperti
seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. Malamnya aku
tidur dan bermimpi bahwa kiamat sudah tiba. Aku dipanggil menuju
hisab. Kemudian aku diperintahkan untuk masuk neraka karena
banyaknya dosa dan maksiat yang aku kerjakan. Malaikat Zabaniyah
menyeretku untuk memasukkanku ke dalam neraka. Saat itu aku
merasa kecil dan hina di hadapan mereka. Tiba-tiba anak yatim itu
menghadang di tengah jalan sambil berkata, ‘Tinggalkan ia, wahai
malaikat Rabb-ku! Biarlah aku memintakan syafaat untuknya kepada
Rabb-ku. Dialah yang dulu telah berbuat baik kepadaku. Telah
memuliakanku!’ Malaikat berkata, ‘Tetapi aku tidak diperintahkan
untuk itu.’ Sekonyong-konyong terdengar seruan dari Allah, firmanNya,
Biarkan, dia, sungguh aku telah mengampuninya dengan
syafaat anak yatim itu dan kebaikannya kepadanya!’ Lalu aku
terbangun dan aku pun bertaubat kepada Allah azza wa jalla, dan
saya terus berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan kasih
sayang kepada anak-anak yatim.” (Dikisahkan oleh Imam AdzDzahabi
dalam Al-Kaba’ir)
Dalam salah satu munajatnya, Nabi Dawud ‘Alayhissalam bertanya,
“Duhai Ilah-ku, apakah pahala bagi orang yang menyayangi anak
yatim dan janda untuk mengharap wajah-Mu semata?” Allah
menjawab, “Pahalanya, aku naungi ia di bawah naungan-Ku pada
hari tidak ada naungan selain naunganku.” Maksudnva adalah
naungan ‘arsy-Ku pada hari kiamat. (Dikisahkan oleh Imam AdzDzahabi
dalam Al-Kaba’ir)
Ada sebuah kisah berkenaan dengan berbuat baik kepada janda dan
anak yatim. Adalah satu keluarga yang masih merupakan keturunan
sahabat Ali bin Abi Thalib. Mereka tinggal di luar tanah Arab, di kota
Balkh dengan kecukupan. Seorang suami, istri dan anak-anak
perempuan. Suatu hari meninggallah sang suami, dan kehidupan
pun berbalik 180 derajat. Janda dan anak-anak perempuannya jatuh
miskin. Akhirnya mereka pun meninggalkan negeri mereka khawatir
akan kejahatan orang-orang yang tidak suka dengan keberadaan
mereka. Kebetulan ketika itu musim dingin sedang hebat-hebatnva.
Ketika memasuki sebuah negeri wanita itu menempatkan anak-anaknva
di sebuah masjid tua yang sudah lama tidak dipakai. la sendiri
pergi mencarikan sesuap makanan untuk mereka. Malam itu ia
melewati dua komplek; pertama dipimpin oleh seorang lelaki muslim
yang adalah syaikhul balad, petinggi negeri itu. Satu komplek lagi
dipimpin oleh seorang lelaki majusi yang adalah dlaminul balad,
kepala keamanan negeri. Wanita itu menemui lelaki muslim terlebih
dahulu dan menceritakan keadaannya kepadanya. Katanya, “Saya
adalah seorang wanita ‘alawiyyah, keturunan All bin Abi Thalib “Saya
membawa anak-anak perempuan yang yatim, yang saya tempatkan
di sebuah masjid tua. Saya minta bantuan makanan buat mereka
malam ini.” Lelaki itu menjawab, “Datangkan bukti bahwa kamu ini
benar-benar seorang wanita ‘alawiyyah yang mulia.” Wanita itu
berkata lagi, “Saya adalah seorang asing di negeri ini. Siapa yang
mengenali saya?”. Lelaki itu berpaling dan tidak mau menolongnva.
Wanita itu pergi dengan hati yang berkeping-keping. Maka ia pun
menemui lelaki majusi, menjelaskan keadaannva. la ceritakan bahwa
bersamanya ada anak-anak perempuan yang yatim dan ia sendiri
adalah seorang perempuan keturunan baik-baik yang asing. la juga
menceritakan kejadian antara dia dan syaikhul balad. Orang Majusi
itu bangkit dan menyuruh istrinya untuk menjemput anak-anak
perempuan wanita itu. Mereka diberi makanan yang lezat dan
pakaian yang indah. Mereka menginap di rumah itu dengan penuh
kenikmatan dan kemuliaan. Pada malam itu juga orang muslim yang
telah menolak wanita janda itu bermimpi sepertinya kiamat sudah
terjadi. Panji pun telah dikibarkan di atas kepala Nabi. Tiba-tiba
tampak sebuah istana yang terbuat dari zamrud hijau, serambinya
terbuat dari mutiara dan merah delima, dan kubahnya terbuat dari
mutiara dan permata marjan. Lelaki itu bertanya, “Wahai Rasulullah,
untuk siapakah istana ini?”. “Untuk seorang Lelaki muslim ahli
tauhid.”, jawab beliau. Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku
seorang muslim ahli tauhid.” Rasulullah bersabda. “Datangkan bukti
bahwa kamu adalah seorang muslim ahli tauhid!” Maka orang itu
kebingungan. Lalu Rasulullah menjelaskan, “Ketika kamu dimintai
tolong oleh seorang wanita ‘alawiyyah itu, kamu mengatakan
‘datangkan bukti bahwa kamu benar-benar seorang ‘alawiyyah’.
Begitu juga denganmu sekarang. Coba datangkan bukti bahwa kamu
benar-benar seorang muslim.” Lelaki itu terbangun dan sangat
bersedih telah menolak wanita itu. Maka ia berkeliling ke seluruh
penjuru kota mencari wanita itu sampai ada yang menunjukkan
kepadanya bahwa wanita itu ada di rumah seorang majusi. la
mendatanginya dan berkata, “Aku ingin menjemput wanita yang
mulia, wanita ’alawiyyah beserta anak-anaknya.” Orang itu berkata,
“Tidak bisa ! Aku telah mendapatkan barakah yang tidak terhingga
atas kedatangan mereka.”. “Aku beri kamu seribu dinar dan serahkan
mereka kepadaku.”, rayu si muslim. “Tidak bisa?”. jawab orang itu.
“Harus.”, kata si muslim lagi. Orang itu berkata lagi, “Apa yang kamu
inginkan sungguh aku lebih berhak memilikinya. Istana yang kamu
lihat dalam mimpimu itu diciptakan bagiku. Apakah kamu akan
menunjukkan kepadaku tentang Islam? Demi Allah. aku dan
keluargaku tidak tidur tadi malam kecuali bahwa kami semua sudah
masuk Islam berkat wanita itu. Dan aku pun bermimpi seperti yang
kau impikan.” Rasulullah berkata kepadaku, “Apakah wanita
‘alawiyyah dan anak-anaknya bersamamu?” Aku jawab, “Ya, wahai
Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Istana itu untukmu dan
keluargamu. Kamu dan keluargamu menjadi penghuni surga. Kamu
diciptakan sebagai mukmin oleh Allah sejak zaman azali.”Si muslim
pun pulang dengan penuh rasa sedih dan kecewa. Tidak ada yang
tahu sedalam apa kesedihan dan kekecewaannya selain Allah.
(Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Subhanallah.. Lihatlah, betapa besar barokah berbuat baik kepada
anak yatim. Betapa ia dapat mendatangkan kemuliaan di dunia bagi
orang yang melakukannya.
Berikut adalah video kisah anak yatim yang mencarikan makanan
demi adiknya, Luangkan waktu sejenak untuk menonton video ini,
Semoga Allah senantiasa membuka hati kita agar bisa menerima
hidayah dan taufik-Nya, Aamiin.
Jangan mengaku mencintai Rasulullah jika tak bisa menyayangi
anak yatim dan fakir miskin. Setelah melihat video ini silahkan share,
Semoga menjadi amal jariyah Anda.
Baca Juga
loading...
Azab Mengerikan Akibat Makan Harta Anak Yatim dan Tidak Berbuat Baik Kepadanya
4/
5
Oleh
Unknown